Apakah itu Ibu ?

Hari ini,setelah sekian tahun,bulan,minggu,hari,jam,menit dan detik. Akhirnya aku menyadari satu hal. Bahwa aku tidak ada arti dihadapannya. Aku tak dianggap,bahkan aku tidak lebih dari sekedar sampah dimatanya. Walau titisan air mata selalu jatuh untuknya, selalu mengalir deras saat berdo’a untuk kebaikkannya.

Setiap mengingat tentang dirinya,tanpa terasa air mata itu terus mengalir dengan derasnya. Berbagai perlakuan kasar, ketidak adilan, serta cacian dan makian yang selalu aku terima dari bibirnya. Telah mengkebalkan hatiku. Karena dia satu-satunya orang yang benar-benar aku sayangi dalam hidupku.

Tak pernah terlintas dalam pikiranku. Hidupku akan menjadi neraka seperti ini. Andaikan hidup didunia ini hanya sebuah mimpi, ingin rasanya aku segera bangun. Seluruh hal yang aku kerjakan selalu salah dimatanya. Padahal aku selalu berusaha untuk tidak menyusahkannya. Aku tau, dia hanya lah seorang wanita tua yang sudah tidak sanggup lagi memikul beban hidup yang berat ini. Tapi haruskah aku dijadikan sebagai tempat pelampiasan amarahnya L.

Aku  adalah Naira Dwi Fatimah, anak kedua dari tiga bersaudara. Aku mempunyai satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki. Awalnya aku merasa hidupku begitu sempurna, karena sebagai anak tengah aku tidak menanggung beban yang sulit, walaupun aku juga tidak pernah dimanja. Namun,aku adalah anak yang paling disayang oleh Ayah.

Tapi itu dulu, sekarang semuanya berubah dan virus neraka itu mulai melanda hidupku. Merusak berbagai organ hidup yang membuatku bahagia, menghilangkan beribu harapan masa depanku.  “Akhirnya mimpi buruk itu datang, oh Tuhan. Berikanlah hambamu kebahagiaan walau hanya dalam mimpi.” Aku tahu mungkin Allah hanya mengujiku sebagai hambanya. Tapi sampai kapan aku bisa bertahan dengan hidup yang telah serumit benang kusut.

Dihari yang cerah itu, aku berdiri menunggu kedatangan Ayah. Dia telah berjanji akan mengajakku makan gurami bakar. Walau Ayah bukan orang kaya, tapi dia selalu menepati janjinya. Lama aku menunggu, lalu aku berjalan perlahan. Dan sesampainya dilintasan kereta api. Aku melihat banyak orang berkerumun disana, ku lihat juga tetesan darah yang tidak pada tempatnya. Suasana berubah menjadi mencekam. Hatiku benar-benar tergugup saat melihat sebuah motor pespa warna biru terlihat hancur  tak berbentuk lagi. Aku semakin mendekati kerumunan itu, dan seketika jantungku berhenti berdetak saat ku lihat wajah yang hancur berlumuran darah itu, darah yang mengalir bagaikan sungai, aku tau siapa pemiliknya. Itu adalah Ayah.

Hari itu adalah hari terburuk dalam hidupku. Keluargaku begitu menyalahkanku atas kepergian Ayah, karena hanya untuk menepati janjinya padaku akhirnya beliau menjemput ajalnya. Aku benar-benar  terpojok. Tidak ada yang membela diriku. Bahkan seorang Ibu malah seperti bambu runcing untukku. Yang setiap kata terkeluar dari mulutnya telah merusak, mengoyak, dan mencabik-cabik hatiku. Mengapa semua orang memojokkanku disaat aku juga sedih atas kepergian Ayah.  Mereka tidak mengerti, betapa hancurnya perasaanku kehilangan seorang yang benar-benar aku cintai. Orang yang telah berjanji kepadaku dan selalu berusaha untuk menepatinya. “Jangan tinggalkan aku di sini sendirian, aku ingin ikut dengan mu Ayah !”

Salah,salah,salah. Aku memang selalu salah. Amarah Ibu kali ini sepertinya benar-benar memuncak. Dari pagi sampai sore aku pergi ke makam Ayah. Memberikan do’a kepada beliau, membahagiakan hati beliau, dan membuat beliau tenang di alamnya. Sesampainya dirumah ibu semakin marah mendengar penjelasan ku, Ibu tidak mempercayaiku.

“Maaf bu, aku hari ini dari makam Ayah, tadi aku sudah sholat dimasjid.”

“Jangan beralasan Ayahmu, kau hanya membuat dia sedih. Tingkahmu seperti perempuan yang tidak benar. Kau hanya memalukan nama keluarga !”

“Benar Bu, aku hanya memberikan kiriman do’a untuknya.”

“Stop beralasan, MUNAFIK !” ucapan Ibu bersama tamparannya kewajahku.

Aku terdiam seribu bahasa. Ibu benar-benar sudah menghapusku dari daftar keluarganya. Penjelasanku yang sudah sejujur-jujurnya pun tak didengarnya. Tanpa ku sadari kakiku melangkah perlahan tanpa tujuan. Seperti daun di aliran sungai,yang selalu mengikuti arus.Begitulah aku saat ini tanpa tujuan,tanpa harapan.

Kulihat dipinggir jalan itu. Seorang ibu yang menggendong anaknya. Meminta-minta mencari sesuap nasi untuk anaknya. Walau dia hanya seorang pengemis, tapi dia terlihat begitu menyanyangi anaknya. Alangkah beruntung anaknya itu,pikirku. Rasanya iri aku melihat mereka penuh kasih sayang. Andai itu ibu !

Sambil terus berjalan menuju hal yang tak pasti. Ku lihat lagi seorang wanita tua yang sedang membongkar-bongkar bak sampah, mencari secercah kemungkinan hidup. “Apakah itu ibu ?” pikirku dalam hati. Perlahan aku dekati perempuan itu. Namun, seketika “Brukkkk !!!” suatu dentuman keras menyakitkan keplaku. Aku tertidur dengan lelap.Lelap, benar-benar lelap.Tak ada yang aku ingat selain bunyi dentuman itu beserta lemparan keras tubuhku.

Mataku terbuka dari tidur itu, tapi aku tidak tau ini dimana. Tempatnya begitu indah, mempunyai taman yang luas dengan beribu bunga yang sedang bermekaran, serta istana megah memperindah tempat ini. “Apakah ini surga ? apakah aku sudah ketempat Ayah.”

Wanita cantik dengan gaun pesta nan indah keluar dari istana itu. Wanita itu sungguh ramah tersenyum dihadapanku. Apakah wanita ini adalah Ibuku ? tapi sepertinya bukan. Dia lebih mirip seperti bidadari dari pada seorang Ibu. Wanita itu mengeluarkan cahaya yang sangat terang, membuatku tak dapat jelas melihatnya. Wanita itu menarik tanganku, sepertinya dia ingin mengajakku kesuatu tempat. Tapi aku tidak mau. Sekuat tenaga aku menolaknya. Lalu aku mendengar suara yang masih ku ingat dengan jelas. “Ikuttilah wanita itu ,Nak !” itu adalah suara Ayah. Akhirnya aku mengikuti ajakkan wanita itu.

Kami melewati terowongan cahaya, yang rasanya bagaikan melewati ribuan tahun cahaya. Hingga akhirnya kami sampai disuatu tempat yang sepertinya pernahku kunjungi. Iya, tempat itu. Tempat aku melihat seorang wanita pengemis yang membuatku iri akan kasih sayangnya.  Aku dan wanita cantik itu mengikuti pengemis yang menggendong anaknya itu. Aku benar-benar heran, tidak ada satu orang pun yang bereaksi saat melihatku berjalan bersama seorang wanita cantik dengan pakaian bagaikan Ratu inggris ini. “Wuush.” Sebuah mobil melewati tubuhku dan wanita itu. Tapi kami tidak mengalami apa-apa. Tidak luka sedikit pun. Ku panggil seorang wanita yang sedang memungut sampah itu. Tapi, dia bagaikan tidak mendengarku sama sekali. Semua tidak bisa merasakan kehadiranku. Ku tanyakan kepada wanita itu. Tapi dia tidak menjawab, wanita itu hanya tersenyum.

Setelah lama kami mengikuti. Akhirnya pengemis yang menggendong anaknya itu berhenti di sebuah gedung tua. Kulihat banyak anak kecil disana, dipekerjakan untuk menjadi seorang pengemis. Aku pun mendengar percakapan yang benar-benar mengiris hatiku.

“Dasar anak kecil bodoh, kalau bukan buat dijadikan alat supaya orang kasihan. Sebelum lahir  kamu sudah aku bunuh.”  Amarah Wanita tua itu kepada anaknya.

“Maaf Buk, Cuma itu yang dikasih orang.” Jawab anak kecil itu sambil menahan tangis.

“Uang 10000 zaman sekarang tidak ada artinya BODOH !” Sambil menampar mulut anak itu hingga berdarah.

Rasanya aku ingin marah, melihat ketidak adilan itu. Aku tidak menyangka seorang Ibu tega memanfaatkan anaknya seperti itu. Aku pikir wanita itu, adalah Ibu yang baik untuk anaknya. Tapi dia kejam, lebih kejam dari pembunuh berdarah dingin sekali pun.

Aku semakin tertunduk, ternyata pengemis yang kukira baik ternyata jauh lebih buruk dari Ibuku. Sekarang wanita cantik itu menarikku lagi, kesebuah rumah sakit. Aku masuk kesalah satu ruangan,  aku sangat terkejut karena didalam ruangan itu ada jasadku tertidur tanpa roh, berlilitkan selang infus yang mungkin bisa menambah kekuatanku. Tapi, ada satu hal yang ganjil. Tidak ada seorang pun menjaga jasadku itu. Sepertinya, mereka benar-benar menginginkan kematianku. Wanita itu telah menyuruhku untuk kembali ke jasadku, tapi aku tidak mau. Lebih baik aku bersama Ayah di alam yang baru.

Tidak kusangka, Ibuku akhirnya datang. Dengan membawa barang-barang kesayanganku,barang-barang pembelian Almarhum Ayah. Muka ibu terlihat begitu sedih dengan air mata yang tak berhenti keluar dari pelipis mata tuanya. Tersendat-sendat Ibu membacakan dua kalimat syahadat ditelingaku, mengusap kepalaku dengan kasih sayang yang telah lama tidak kurasakan. Ibu membacakan surah Yasin untukku. Memohon untuk ke sembuhanku. Lalu datang pula kedua saudaraku. Membacakan berbagai do’a untukku

Hatiku begitu terketuk melihatnya, wanita cantik disampingkupun hanya tersenyum. Ada suara yang menggema ditelingaku. Suara Ayah yang selalu aku sayangi.

“Naira, kamu tau kan sekarang. Betapa sayangnya Ibumu pada dirimu, betapa dia tidak akan rela jika kau meninggalkannya. Cukuplah Ayah saja yang meninggalkan dirinya. Jangan lagi sakiti hatinya Nai. Jika kau tidak kembali,Ayah tidak tau betapa hancurnya perasaan Ibumu kehilangan dua orang yang dia sayangi pada waktu yang hampir bersamaan. Mungkin Ibumu hanya emosi sesaat kemarin, tapi Nai. Sekarang saatnya kamu kembali, buatlah Ibumu bangga mempunyai anak sepertimu. Berjanjilah kepada Ayah Nai, raihlah cita-citamu dan bahagiakan Ibumu. Tentu aku akan bangga pula dialamku.

“Baik Ayah, aku berjanji dari hatiku yang paling dalam.”

Setelah berjanji, aku masuk kedalam jasadku. Tepat disaat keluargaku selesai membaca surah Yasin untuk yang ketiga kalinya. Mataku membuka melihat dunia dengan mata yang nyata lagi. Dengan spontan aku peluk Ibuku dengan eratnya, seakan aku tidak ingin lagi berpisah dari beliau. Kakak perempuan dan adikku pun ikut berpelukan bersama kami.

“Jangan tinggalkan kami lagi, Kak !” ucap adikku.

“Tentu dik.”

Kata-kata adikku membuatku merasa sangat bahagia. Aku merasa mimpi buruk itu sudah berakhir. Dan sekarang saatnya aku menggapai mimpi yang nyata. Menggapai seluruh harapan Ayah yang sudah dibebankannya padaku. Aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik agar dapat membuat Ibu bahagia dan Ayahku pun akan bangga kepadaku disurga.

Kulihat disekeliling kamar rumah sakit itu, wanita cantik itu sudah hilang. Aku tidak dapat melihatnya. Mungkin karena alam kami yang sudah berbeda. Aku pun tak mendengar lagi suara Ayah. Tapi aku yakin, Ayahku pasti sudah tenang disurga. Do’akan aku Ayah, semoga anakmu ini bisa menggapai semua impiannya.

.The End.

5 Tanggapan to “Apakah itu Ibu ?”

  1. rodiatuladawiyah Says:

    huaaah 😥

  2. aidilthecriz Says:

    hikshiks…

  3. Desi Riskyani ( Sepdes ) Says:

    ibu adlh segala*nya bgiku.
    mksh devy cerpennya 🙂

  4. auliyatryanggraini Says:

    sedih aku lw dgewr kata ibu 😀

Tinggalkan komentar